| | 96 JUSTINIAN I 483-565 Kaisar Justinian terkenal karena kodifikasi hukum Romawi yang dilaksanakan di masa pemerintahannya. Kode Justinian menyelamatkan karya kreatif Romawi yang genius di bidang jurisprudensi yang selanjutnya jadi dasar perkembangan hukum di banyak negara-negara Eropa. Mungkin, tak ada kode hukum lain yang begitu punya pengaruh berjangka lama atas dunia.
Justinian dilahirkan sekitar tahun 483 di Tauresium yang kini berada di wilayah Yugoslavia. Dia kemenakan Justin I, petani Thracian yang boleh dibilang buta huruf, yang naik jenjang lewat karier militer hingga sampai puncak jadi penguasa Kekaisaran Romawi bagian timur. Justinian yang meski juga berasal dari keluarga petani, peroleh pendidikan baik dan berkat bantuan pamannya maju cepat. Tahun 527, Justin yang tak punya anak mengangkat Justinian jadi pembantu Kaisar mendampinginya. Di ujung tahun itu pula Justin meninggal dunia dan sejak itu hingga kematiannya sendiri tahun 565 Justinian jadi satu-satunya kaisar.
Tahun 476, persis tujuh tahun sebelum Justinian lahir, Kekaisaran Romawi bagian barat sudah keok berantakan akibat gempuran suku Barbar Jerman dan cuma Kekaisaran Romawi sebelah timur yang beribukota Konstantinopel yang tetap tak terjamah. Justinian ditakdirkan merebut kembali wilayah barat kekaisaran dan membangun empirium Romawi dan memang selagi jadi Kaisar sebagian terpokok energinya tertumpah untuk cita-cita ini. Dalam rencana ini dia sebagian berhasil karena dia bisa rebut kembali Italia, Afrika Utara dan sebagian Spanyol dari gangguan orang-orang Barbar.
Tetapi, tempat Justinian di daftar urutan buku ini tidaklah bergantung pada gerakan militernya, melainkan pada peranannya dalam hal kodifikasi hukum Romawi. Di awal-awal tahun 528, tahun dia naik tahta, Justinian membentuk sebuah panitia menyusun kode hukum-hukum kekaisaran. Pekerjaan panitia ini pertama diterbitkan tahun 529, kemudian diperbaharui dan didekritkan jadi hukum dalam perundang-undangan tahun 534. Pada saat yang berbarengan, semua perintah dan aturan terdahulu yang tidak termasuk dalam kode dinyatakan tidak berlaku. "Codex" ini merupakan bagian pemula dari "Corpus Juris Civils." Bagian keduanya, disebut "Pandects," atau "Digets" adalah ringkasan dari pandangan penulis-penulis soal hukum Romawi yang kenamaan. Itu pun punya pengaruh mengikat. Bagian ketiga, yang disebut "Institutes", intinya merupakan buku baku buat pelajar-pelajar ilmu hukum. Akhirnya hukum-hukum itu yang disahkan oleh Justinian sesudah penerimaan "Codex" dihimpun jadi satu menjadi "Novellae" yang diterbitkan sesudah meninggalnya Justinian.
Tentu saja, akibat kesibukan Justinian baik dalam peperangan maupun dalam administrasi pemerintahan, tidak sempat secara pribadi merancang "Corpus Juris Civils." Kodifikasi yang diperintahkan Justinian sebenarnya digarap oleh kelompok sarjana hukum di bawah pengawasan hakim besar dan ahli hukum Tribonian.
Justinian, seorang yang punya semangat kerja luar biasa, juga mengabdikan sebagian perhatiannya dalam usaha melakukan pembaharuan tata administrasi pemerintahan, termasuk sebagian gerakan yang berhasil membabat korupsi di kalangan pejabat pemerintah. Dia memberikan dorongan untuk perkembangan perdagangan dan industri, dan ikut campur dalam rencana pembangunan besar perumahan rakyat. Di bawah pemerintahannya, banyak benteng-benteng, biara-biara, dan gereja-gereja (termasuk "Hagia Sophia" di Konstantinopel) dibangunnya. Rencana pembangunan perumahan ini dan peperangan-peperangan yang dilancarkannya membuahkan kenaikan pajak-pajak dan pelbagai ketidakpuasan. Di tahun 532 pecah pemberontakan (pemberontakan Nika) yang nyaris membikin dia kehilangan tahta. Sesudah pemberontakan itu digencet habis, boleh dibilang amanlah mahkota Justinian bertengger di kepalanya. Meski begitu, pada saat kematiannya tahun 565 banyak orang bersorak gembira.
Justinian dapat bantuan moril besar dari istrinya yang cakap, Theodora. Karena itu sudah selayaknya di sini dipaparkan sedikit tentang Theodora ini. Theodora lahir sekitar tahun 500. Di masa remaja puterinya, Theodora menjadi aktris dan menjadi semacam pelacur tingkat tinggi yang hanya melayani kalangan terbatas. Dari pekerjaan ini dia peroleh anak sundal. Umurnya dua puluh tahun tatkala dia bertemu Justinian, hanya dua tahun sebelum dia naik tahta. Justinian mafhum kebisaan istrinya yang luar biasa, karena itu dijadikannya penasihatnya dan dipercaya melakukan pelbagai tugas diplomatik. Dia punya pengaruh terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan Justinian, termasuk beberapa pengesahan hukum yang memperbaiki hak-hak dan status wanita. Kematiannya di tahun 548 akibat serangan kanker merupakan kehilangan besar buat Justinian meskipun sisa tujuh belas tahun pemerintahannya masih mencatat keberhasilan-keberhasilan. Theodora yang jelita dan brilian senantiasa jadi sasaran pelbagai kerja seni, dilukis, dipahat, dipatungkan wajahnya.
Penempatan Justinian dalam daftar urutan buku ini paling utama lantaran arti penting "Corpus Juris Civils"-nya yang menegakkan wibawa pengukuhan kembali hukum Romawi. Ini penting artinya buat empirium Byzantium selama berabad-abad.
Di Romawi Barat hal ini umumnya dilupakan orang selama sekitar 500 tahun. Tetapi sekitar tahun 1100 pengkajian hukum Romawi bangkit kembali, khususnya di perguruan-perguruan tinggi di Italia. Selama di penghujung Abad Pertengahan, "Corpus Juris Civils" menjadi landasan pokok pengembangan sistem hukum di benua Eropa. Negeri-negeri yang mengalami perkembangan ini disebut memiliki sistem Hukum Sipil, sebagai lawan dari "Hukum Publik" (umum) yang umumnya berlaku di negeri-negeri yang berbahasa Inggris. "Corpus Juris Civils" tidaklah diterima secara keseluruhan di mana-mana. Tetapi, sebagian daripadanya digabungkan ke dalam hukum sipil dan di hampir seluruh Eropa dia menjadi basis pelajaran hukum, latihan, dan ceramah. Karena banyak negeri-negeri non Eropa akhirnya menerima bagian-bagian dari hukum sipil, pen.garuh "Corpus Juris Civils" betul-betul meluas.
Lepas dari soal itu, keliru juga melebih-lebihkan arti penting kode Justinian. Banyak pengaruh-pengaruh penting lain dalam kaitan perkembangan hukum sipil di samping "Corpus Juris Civils" ini. Misalnya hukum-hukum yang berhubungan dengan soal kontrak lebih banyak berasal dari praktek nyata para pedagang dan keputusan-keputusan pengadilan perdagangan ketimbang berasal dari hukum Romawi. Hukum Jerman dan hukum gereja juga dipengaruhi oleh hukum sipil. Di jaman modern --tentu saja-- hukum Eropa dan sistem hukumnya telah mengalami penyempurnaan banyak sekali. Kini, intisari hukum dari umumnya hukum sipil di banyak negara sedikit sekali persamaannya, dengan kode Justinian.
Perang melawan Sassaniyah 527–532Justinianus mewarisi permusuhan dengan Persia Sassaniyah dari pamannya.[25] Pada tahun 530, tentara Persia berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Dara, tetapi pada tahun-tahun berikutnya, tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius dikalahkan dalam Pertempuran Callinicum. Ketika raja Kavadh I dari Persia wafat (September 531), Justinianus menutup peperangan melalui "Perdamaian Abadi" (yang menghabiskan biaya 11.000 pon emas)[26] dengan raja Persia yang baru, Khosrau I (532). Setelah mengamankan front timur, Justinianus mengalihkan perhatiannya ke Barat, tempat kerajaan-kerajaan Jermanik Aria didirikan di wilayah bekas Kekaisaran Romawi Barat.
[sunting] Penaklukan Afrika Utara 533–534Kerajaan barat pertama yang diserang Justinianus adalah kerajaan milik bangsa Vandal di Afrika Utara. Raja Hilderic, yang memiliki hubungan baik dengan Justinianus dan klerus Katolik Afrika Utara, telah dijatuhkan oleh sepupunya, Gelimer tahun 530. Justinianus menentang tindakan Gelimer dan meminta agar Gelimer mengembalikan kerajaan kepada Hilderic. Akan tetapi, Gelimer menolak. Justinianus menggunakannya sebagai alasan. Dengan disetujuinya perdamaian di Timur pada tahun 532, ia mulai mempersiapkan serangannya.[27]
Pada tahun 533, Belisarius dengan 92 dromon yang mengawal 500 kapal pengangkut, mendarat di Caput Vada (kini Ras Kaboudia) di Tunisia, dengan tentara sejumlah 15.000 orang, ditambah dengan beberapa tentara barbar. Mereka berhasil mengalahkan bangsa Vandal yang tak siaga di Ad Decimum pada 14 September 533, dan di Tricamarum pada bulan Desember. Kartago juga berhasil direbut. Raja Gelimer melarikan diri ke gunung Pappua di Numidia, dan menyerah pada musim semi berikutnya. Ia dibawa dan diarak dalam parade kemenangan di Konstantinopel. Sardinia, Korsika, Kepulauan Balearik, dan benteng Septem di dekat Gibraltar juga berhasil direbut dalam peperangan yang sama.[28]
Prefektur Afrika, yang berpusat di Kartago, didirikan pada April 534,[29] tetapi akan goyah di ambang kehancuran selama lima belas tahun ke depan, ditengah peperangan dengan bangsa Moor. Wilayah ini tidak sepenuhnya disatukan hingga tahun 548.[30] Pemulihan Afrika menghabiskan biaya sekitar 100.000 pon emas.[31]
[sunting] Perang di Italia, tahap pertama, 535–540Seperti di Afrika, intrik antar dinasti di Italia Ostrogoth memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi. Raja muda Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534, dan Theodahad memenjarakan ratu Amalasuntha (putri Theodoric dan ibu dari Athalaric) di pulau Martana. Selanjutnya, Theodahad membunuh sang ratu di tempat itu tahun 535. Kemudian, Belisarius dengan 7.500 tentara[32] menyerang Sisilia (535), maju ke Italia, menjarah Naples, dan merebut Roma pada 9 Desember 536. Pada masa itu, Theodahad telah dijatuhkan oleh tentara Ostrogoth, yang telah memilih Vitigis sebagai raja baru mereka. Vitigis mengumpulkan tentara dan mengepung Roma dari Februari 537 hingga Maret 538 tanpa berhasil merebut kota tersebut. Justinianus mengirim jenderal Narses ke Italia, akan tetapi ketegangan antara Narses dengan Belisarius menjadi hambatan. Milan berhasil direbut, tetapi segera dikuasai kembali dan dihancurkan oleh Ostrogoth. Justinianus menarik jenderal Narses pada tahun 539. Selanjutnya situasi mulai berpihak kepada Romawi. Pada tahun 540, Belisarius telah mencapai ibukota Ostrogoth di Ravenna. Di sana ia ditawarkan gelar Kaisar Romawi Barat oleh Ostrogoth. Sementara itu, di saat yang sama, utusan Justinianus datang untuk menegosiasikan perdamaian yang akan memberikan wilayah di sebelah utara sungai Po kepada orang-orang Goth. Belisarius berpura-pura menerima tawaran, memasuki Ravenna pada Mei 540, dan merebutnya kembali untuk kekaisaran.[33] Selanjutnya, setelah dipanggil kembali oleh kaisar, Belisarius kembali ke Konstantinopel dengan membawa Vitigis dan istrinya Matasuentha.
[sunting] Perang melawan Sassaniyah 540–562Setelah pemberontakan terhadap Bizantium di Armenia pada akhir tahun 530-an, dan kemungkinan termotivasi atas permohonan duta-duta Ostrogoth, Raja Khosrau I melanggar "Perdamaian Abadi" dan menyerbu wilayah Romawi pada musim semi tahun 540.[34] Ia menjarah Beroea dan Antiokhia,[35] mengepung Dara, dan menyerang kerajaan satelit Lazica yang kecil tetapi penting. Khosrau I menuntut upeti kepada setiap kota yang dilaluinya. Ia memaksa Justinianus I membayar 5.000 pon emas, ditambah 500 pon emas setiap tahun.[35]
Belisarius tiba di Timur pada tahun 541. Akan tetapi, setelah sempat berhasil, ia ditarik kembali ke Konstantinopel tahun 542. Alasan penarikan kembali sang jenderal tidak diketahui, kemungkinan karena adanya rumor mengenai ketidaksetiaan jenderal.[36] Merebaknya penyakit pes meredakan pertempuran pada tahun 543. Pada tahun berikutnya, Sassaniyah berhasil mengalahkan 30.000 tentara Bizantium,[37] tetapi tidak berhasil merebut kota Edessa. Akhirnya, pada tahun 545, gencatan senjata disetujui di front selatan Romawi-Persia. Setelah itu, Perang Lazica di utara berlanjut selama beberapa tahun, hingga disetujuinya gencatan kedua pada tahun 557. Maka Perdamaian 50 Tahun disetujui pada tahun 562. Dalam perdamaian itu, Sassaniyah setuju untuk meninggalkan Lazica, dengan ganti Romawi harus menyerahkan upeti 400 atau 500 pon emas (30.000 solidi) per tahun.[38]
[sunting] Perang di Italia, tahap kedua, 541–554Sementara usaha militer diarahkan ke timur, situasi di Italia semakin memburuk. Di bawah pimpinan raja Ildibad, Eraric (keduanya dibunuh tahun 541), dan terutama Totila, Ostrogoth dengan cepat membalikkan keadaan. Setelah kemenangan di Faenza tahun 542, mereka merebut kembali kota-kota utama di Italia Selatan, dan segera menguasai seluruh semenanjung. Belisarius dikirim kembali ke Italia pada akhir tahun 544, tetapi kekurangan pasukan. Ia dicopot dari komandonya pada tahun 548 karena tak membuat kemajuan.
Pada periode ini, kota Roma berganti tangan selama tiga kali: pertama direbut oleh Ostrogoth pada Desember 546, lalu ditaklukan kembali oleh Bizantium tahun 547, dan selanjutnya dikuasai kembali oleh Goth pada Januari 550. Totila juga menjarah Sisilia dan menyerang pantai Yunani. Akhirnya, Justinianus mengirim tentara sejumlah 35.000 orang (2.000 dipisah dan dikirim untuk menyerbu wilayah Visigoth di Spanyol selatan) di bawah komando Narses.[39] Tentara Bizantium mencapai Ravenna pada Juni 552, dan mengalahkan Ostrogoth dalam Pertempuran Busta Gallorum di Pegunungan Apennini. Pada pertempuran tersebut, Totila tewas. Setelah pertempuran kedua di Mons Lactarius pada bulan Oktober, perlawanan Ostrogoth berhasil dipatahkan. Pada tahun 554, serangan besar orang-orang Frank berhasil digagalkan dalam Pertempuran Casilinum, dan Italia telah dikuasai oleh Romawi Timur, meskipun Narses memerlukan waktu beberapa tahun untuk menghabisi sisa-sisa benteng Goth. Pada akhir perang, Italia dijaga oleh tentara sejumlah 16.000 orang.[31] Penguasaan kembali Italia telah menghabiskan biaya sebesar 300.000 pon emas.[31]
[sunting] Peperangan lainKekaisaran Romawi Timur menyerang wilayah Visigoth di Spanyol, ketika Athanagild meminta dukungan dalam pemberontakan melawan raja Agila. Pada tahun 552, Justinianus mengirim tentara sejumlah 2.000 orang di bawah pimpinan Liberius. Bizantium berhasil merebut Cartagena dan kota-kota lain di pantai tenggara dan mendirikan provinsi Spania sebelum diperiksa oleh bekas sekutu mereka, Athanagild, yang telah menjadi raja. Perang ini menandai puncak perluasan kekuasaan Bizantium.
Pada masa Justinianus, Balkan diserang oleh orang-orang Turkik dan Slavia, yang tinggal di sebelah utara sungai Donau. Maka sang kaisar berusaha menggabungkan diplomasi dengan pembangunan sistem pertahanan. Pada tahun 559, serangan orang-orang Sklavinoi dan Kutrigur di bawah pimpinan Zabergan mengancam Konstantinopel, tetapi mereka berhasil diusir oleh jenderal Belisarius yang telah menua.
Wilayah Kekaisaran Bizantium. Warnah merah menunjukkan wilayah saat Justinianus naik takhta tahun 527, sedangkan warna jingga merupakan wilayah ketika Justinianus wafat tahun 565. Ambisi Justinianus untuk mengembalikan kejayaan Kekaisaran Romawi tidak berhasil diwujudkan secara keseluruhan. Di Barat, keberhasilan pada tahun 530-an diikuti dengan tahun-tahun stagnansi. Perang dengan Goth menjadi bencana bagi Italia.[40] Pajak tinggi yang dipungut sangat tidak disukai. Sementara kemenangan terakhir di Italia dan penaklukan pantai selatan Spanyol memperluas wilayah Bizantium, serta menambah martabat kekaisaran, akan tetapi penaklukan-penaklukan tersebut terbukti tidak kekal. Sebagian besar Italia akan lepas karena serangan oleh orang-orang Lombardia tiga tahun setelah kematian Justinianus (568). Provinsi Spania yang baru didirikan berhasil direbut kembali oleh Visigoth pada tahun 624 di bawah kepemimpinan Suintila. Dalam satu setengah abad, Afrika akan selamanya lepas karena ditaklukan oleh Kekhalifahan Rashidun dan Umayyah.
Konstantinopel sendiri tidak aman dari serangan orang-orang barbar di utara.[41] Dalam usahanya untuk merestorasi Kekaisaran Romawi kuno, Justinianus menghabiskan sumber daya Romawi Timur, sementara ia gagal untuk melihat kenyataan yang telah berubah pada Eropa abad ke-6.[42] Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan militer Justinianus kemungkinan menumbuhkan bibit kejatuhan kekaisaran.[43]
Justinianus melihat Ortodoks di negerinya diancam oleh arus keagamaan yang menyimpang, terutama monofisitisme, yang memiliki banyak penganut di Suriah dan Mesir. Doktrin monofisit telah dikutuk sebagai bidaah oleh Konsili Khalsedon pada tahun 451, dan kebijakan toleran Kaisar Zeno dan Anastasius I terhadap monofisitisme telah menjadi penyebab ketegangan dalam hubungan dengan uskup-uskup Roma. Justinianus menyetujui doktrin Khalsedon, dan secara terbuka mengutuk monofisitisme. Ia mencoba menerapkan kesatuan religius dengan memaksa mereka menerima kompromi-kompromi doktrinal yang akan memuaskan semua pihak. Kebijakan itu tidak berhasil, karena tidak berhasil memuaskan kedua belah pihak. Sebelum mangkat, Justinianus menjadi lebih condong terhadap doktrin monofisit, terutama dalam bentuk aphthartodocetism, tetapi ia telah wafat sebelum sempat mengeluarkan undang-undang yang mengangkat ajarannya menjadi dogma. Theodora bersimpati dengan monofisit dan dikatakan menjadi penyebab intrik pro-monofisit di istana.
[sunting] Kebijakan religius Justinianus I dalam sebuah koin. Pada awal kekuasaannya, ia menganggap sudah saatnya untuk menyebarluaskan kepercayaan gereja mengenai Trinitas dan Inkarnasi melalui hukum. Ia juga merasa perlu untuk mengancam semua bidaah dengan hukuman yang layak;[44] kemudian Justinianus I menyatakan bahwa ia ingin menghilangkan semua pengganggu Ortodoks dengan segala kemungkinannya melalui pendekatan hukum.[45] Ia menjadikan kepercayaan Nicea-Konstantinopel sebagai lambang tunggal gereja,[46] dan memberikan kekuatan hukum untuk kanon empat dewan ekumenisme.[47] Uskup-uskup yang hadir dalam Konsili Konstantinopel Kedua tahun 553 mengakui tidak dapat melakukan apa yang berlawanan dengan keinginan dan komando kaisar dalam gereja;[48] sementara, kaisar, dalam kasus Patriark Anthimus, memperkuat larangan gereja melalui pengasingan sementara.[49] Justinianus melindungi kemurnian gereja dengan menekan bidaah. Ia mengambil semua kesempatan untuk mengamankan hak-hak gereja dan rohaniwan, dengan tujuan melindungi dan memperluas monastisisme. Justinianus memberikan pendeta hak untuk mewarisi properti dari penduduk dan hak untuk menerima solemnia atau hadiah tahunan dari kas kekaisaran atau pajak provinsi-provinsi tertentu. Ia juga melarang penyitaan terhadap properti-properti biara.
Meskipun sifatnya yang despotik tidak sesuai dengan sensibilitas modern, ia sungguh merupakan "bapak perawat" gereja. Codex dan Novellae berisi banyak undang-undang mengenai sumbangan, pendirian, dan pengaturan properti gerejawi; pemilihan dan hak-hak uskup, imam, dan kepala biara; kehidupan biara, kewajiban penduduk kepada klerus, pelayanan ilahi, yurisdiksi episkopal, dll. Justinianus juga membangun kembali gereja Hagia Sophia (yang menghabiskan biaya sebesar 20.000 pon emas),[50] yang sebelumnya hancur akibat kerusuhan Nika.
[sunting] Hubungan religius dengan RomaSemenjak pertengahan abad ke-5, kaisar Romawi Timur harus menghadapi tugas berat dalam masalah gerejawi. Kaum radikal di tiap sisi merasa diri mereka senantiasa didiskreditkan oleh kepercayaan yang diterapkan oleh Konsili Khalsedon untuk melindungi doktrin Kristus di kitab suci dan menjembatani pemisah antara kelompok-kelompok dogmatik. Surat Paus Leo I kepada Flavianus dari Konstantinopel dianggap sebagai hasil karya setan di Romawi Timur, sehingga tak ada seorang pun yang peduli untuk mendengarkan Gereja Roma. Akan tetapi, kaisar memiliki kebijakan yang menjaga kesatuan antara Konstantinopel dengan Roma; dan ini tetap mungkin hanya jika mereka tidak menyimpang dari garis yang didefinisikan dalam Konsili Khalsedon. Selain itu, faksi-faksi di Romawi Timur yang gempar dan tidak puas terhadap Konsili Khalsedon memerlukan pembatasan dan penyatuan. Masalah ini terbukti lebih sulit, karena, di Timur, kelompok-kelompok yang berbeda pendapat melebihi pendukung Khalsedon, baik dalam jumlah maupun kemampuan intelektual. Ketegangan dari ketidakcocokan keduanya tumbuh: siapapun yang memilih Roma dan Barat harus meninggalkan Timur, dan sebaliknya.
Setelah memasuki panggung tata negara gerejawi, Justinianus mengakhiri skisma monofisit. Pengakuan Tahta Suci sebagai kewenangan gerejawi tertinggi[51] tetap menjadi landasan bagi kebijakan Barat-nya. Meskipun dianggap menghina oleh orang-orang Romawi Timur, Justinianus merasa dirinya bebas untuk mengambil posisi despotik terhadap paus seperti Silverius dan Vigilius. Sementara tidak ada kompromi yang dapat diterima oleh sayap dogmatik gereja, usahanya dalam melakukan rekonsiliasi membuatnya diterima oleh tubuh utama gereja. Selanjutnya, Justinianus mulai sadar bahwa mungkin ia juga dapat melakukan rekonsiliasi terhadap monofisit, dan ia mencobanya dalam konferensi religius dengan pengikut-pengikut Severus dari Antiokhia tahun 533, akan tetapi tidak berhasil.
Sekali lagi, Justinianus berkompromi dalam dekret religius pada 15 Maret 533,[52] dan menyelamati dirinya karena Paus Yohanes II mengakui Ortodoks sebagai syahadat kekaisaran.[53] Kesalahan besar yang dibuat, yaitu dengan menekan uskup dan pendeta monofisit yang menyakiti hati penduduk dari berbagai provinsi, segera ia perbaiki. Tujuannya sekarang adalah tetap menang atas monofisit, tetapi tidak melepaskan kepercayaan Khalsedon. Bagi banyak orang di istana, ia tidak berbuat cukup jauh: Theodora akan sangat senang melihat monofisit didukung. Justinianus merasa terkekang oleh kerumitan yang terjadi dengan Barat. Dalam pengutukan Tiga Bab, Justinianus mencoba memuaskan Barat dan Timur, tetapi tidak berhasil. Meskipun paus menyetujui pengutukan, Barat meyakini bahwa kaisar bertindak berlawanan dengan dekret Khalsedon. Meskipun banyak delegasi yang muncul di Timur tunduk kepada Justinianus, banyak orang, terutama monofisit, yang tetap tidak puas.
[sunting] Penekanan agamaKebijakan religius Justinianus melambangkan keyakinan kekaisaran bahwa kesatuan Bizantium memerlukan kesatuan keyakinan; dan keyakinan ini tiada lain selain Ortodoks (Nicea). Orang lain yang berbeda pandangan harus mengakui bahwa proses konsolidasi, yang telah dipengaruhi oleh undang-undang kekaisaran sejak masa Kaisar Konstantius II, akan terus berlanjut. Codex berisi dua undang-undang[54] yang memutuskan penghancuran paganisme, bahkan dalam kehidupan pribadi. Sumber-sumber kontemporer (John Malalas, Theophanes, Yohanes dari Efesus) mengisahkan penganiayaan kejam, bahkan terhadap orang berpangkat tinggi.
Pada tahun 529, Akademi Neoplato di Athena ditempatkan di bawah pengawasan negara oleh Justinianus. Pengawasan tersebut mencekik sekolah pelatihan Helenistik ini. Paganisme terus menerus ditekan. Di Asia Kecil, Yohanes dari Efesus mengklaim telah mengkristenkan 70.000 pagan.[55] Bangsa-bangsa lain juga menerima Kekristenan: Heruli,[56] Hun yang tinggal di dekat sungai Don,[57] Abasgi,[58] dan Tzanni di Kaukasus.[59]
Penyembahan Amun di Augila, Libya, dihentikan.[60] Sisa-sisa pemuja Isis di pulau Philae juga bernasib sama.[61] Presbyter Julian[62] dan Uskup Longinus[63] mengadakan misi kristenisasi terhadap suku Nabath, sementara Justinianus mencoba memperkuat Kekristenan di Yemen dengan mengirim uskup dari Mesir.[64]
Orang Yahudi juga menderita: tidak hanya karena pemerintah membatasi hak mereka[65] dan mengancam hak-hak religius mereka,[66] tetapi juga karena kaisar ikut campur dalam masalah internal sinagoga.[67] Justinianus tidak aktif menjalankan penganiayaan terhadap orang Yahudi, tetapi mendorong mereka menggunakan septuaginta Yunani dalam sinagoga-sinagoga di Konstantinopel.[68]
Kaisar memiliki banyak masalah dengan orang-orang Samaria yang menentang untuk menjadi Kristen. Ia melawan mereka dengan dekret-dekret keras, tetapi tidak dapat menghentikan permusuhan Samaria terhadap orang Kristen. Kekonsistenan kebijakan Justinianus berarti bahwa penganit maniisme juga mengalami penekanan, baik melalui penganiayaan, pembuangan, maupun ancaman hukuman mati.[69] Di Konstantinopel, pada suatu peristiwa, setelah melalui inkuisisi ketat, penganut-penganut maniisme yang tidak sedikit jumlahnya dihukum mati di hadapan kaisar: beberapa dengan cara dibakar, sementara lainnya ditenggelamkan.[70]
[sunting] Pembangunan, seni, sastraJustinianus adalah pembangun yang produktif. Di bawah perlindungannya, pembangunan Basilika San Vitale di Ravenna, (yang menampilkan dua mosaik terkenal yang melambangkan Justinianus dan Theodora), diselesaikan.[8] Ia juga membangun kembali Hagia Sophia, yang sebelumnya hangus terbakar dalam kerusuhan Nika. Katedral ini, dengan kubahnya yang penuh dengan mosaik-mosaik, tetap menjadi pusat Kekristenan timur selama berabad-abad. Gereja penting lain di ibukota, Gereja Rasul Suci, yang berada pada kondisi buruk pada akhir abad ke-5, dibangun kembali olehnya.[71] Penghiasan tidak hanya dilakukan pada gereja. Penggalian di situs Istana Agung Konstantinopel telah menemukan mosaik-mosaik berkualitas tinggi dari masa Justinianus. Tiang dengan patung perunggu Justinianus yang sedang berkuda di atasnya didirikan di Augustaeum, Konstantinopel, tahun 543.[72]
Sang kaisar memperkuat perbatasan kekaisaran dengan membangun benteng-benteng. Ia juga menjamin persediaan air Konstantinopel melalui pembangunan sumur. Untuk mencegah banjir yang merusak kota perbatasan Dara, Bendungan Dara dibangun. Pada masanya pula, Jembatan Sangarius dibangun di Bithynia. Jembatan ini menjadi penghubung rute persediaan militer ke timur. Selain itu, Justinianus juga merestorasi kota yang rusak akibat gempa bumi atau perang, dan membangun kota baru di dekat tempat kelahirannya, yaitu Justiniana Prima, yang awalnya didirikan untuk menggantikan Thessalonika sebagai pusat politik dan religius Illyricum.
Pada masa kekuasaannya, lahir sejarawan-sejarawan besar, seperti Procopius dan Agathias, dan penyair-penyair seperti Paulus Silentiarius dan Romanus Melodus.
[sunting] Ekonomi dan pemerintahanKesehatan ekonomi kekaisaran bergantung pada sektor pertanian. Perdagangan jarak jauh juga berkembang, dan telah mencapai Cornwall, tempat timah ditukar dengan gandum Romawi.[73] Konvoy yang berlayar dari Iskandariyah membawa gandum ke Konstantinopel. Justinianus membuat lalu lintas perdagangan lebih efesien dengan membangun lumbung besar di pulau Tenedos.[74] Sang kaisar juga mencoba menemukan jalur perdagangan ke timur yang baru, yang mengalami hambatan akibat peperangan melawan Sassaniyah. Komoditas mewah yang penting adalah sutra, yang diimpor dan diproses di kekaisaran. Untuk melindungi pembuatan produk sutra, Justinianus memberikan hak monopoli bagi pabrik-pabrik kekaisaran tahun 541.[75] Untuk menghindari jalur darat Sassaniyah, sang kaisar membuka hubungan baik dengan Abyssinia, yang ingin dijadikan sebagai perantara dagang dengan mengangkut sutra India ke kekaisaran; namun, Abyssinia tidak mampu bersaing dengan pedagang Persia di India.[76] Selanjutnya, pada awal tahun 550-an, dua pendeta berhasil menyelundupkan telur-telur ulat sutra dari Asia Tengah ke Konstantinopel,[77] dan sutra menjadi produk asli kekaisaran.
Emas dan perak ditambang di Balkan, Anatolia, Armenia, Siprus, Mesir, dan Nubia.[78]
Pada awal masa kekuasaan Justinianus I, ia telah mewarisi surplus sebesar 28.800.000 solidi (400.000 pon emas) pada kas kekaisaran.[31] Di bawah kekuasaannya, dilakukan langkah-langkah untuk melawan korupsi dan mempermudah pemungutan pajak. Kekuasaan administratif yang lebih besar diserahkan kepada pemimpin prefektur dan provinsi, sementara kuasa vicarius keuskupan ditarik, bahkan beberapa dibubarkan. Semuanya bertujuan untuk menyederhanakan pemerintahan.[79] Menurut Brown (1971), peningkatan mutu pemungutan pajak telah banyak memengaruhi penghancuran struktur-struktur lama kehidupan provinsial, karena telah melemahkan otonomi dewan kota di kota-kota Yunani.[80] Diperkirakan bahwa sebelum proses penaklukan kembali Justinianus, Bizantium memperoleh keuntungan tahunan sebesar 5.000.000 solidi tahun 530, tetapi setelah penaklukan kembali, keuntungan tahunan meningkat menjadi 6.000.000 solidi pada tahun 550.[31]
Selama masa kekuasaan Justinianus, kota dan desa di Timur menjadi sejahtera, meskipun Antiokhia diguncang oleh dua gempa bumi (526, 528) dan dijarah oleh Persia (540). Justinianus membangun kembali kota tersebut, tetapi dalam ukuran yang lebih kecil.[81]
Akan tetapi, kekaisaran mengalami beberapa rintangan pada abad ke-6. Rintangan pertama adalah wabah pes yang berlangsung dari tahun 541 hingga 543. Wabah ini mengurangi jumlah penduduk kekaisaran, dan menimbulkan kekurangan tenaga kerja serta peningkatan gaji.[82] Kurangnya sumber daya manusia juga mengakibatkan peningkatan jumlah "orang barbar" dalam angkatan bersenjata kekaisaran pada awal tahun 540-an.[83] Perang yang berlarut di Italia dan peperangan melawan Sassaniyah memberikan beban berat bagi sumber daya kekaisaran, dan Justinianus dikritik karena membatasi jasa pos yang dikelola pemerintah, yang ia batasi hanya pada satu rute militer ke timur.[84]
|